A.
Pembahasan
Pengertian
Akulturasi
Akulturasi
adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah kita dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri.[1] Jadi
akulturasi ialah perpaduan antara dua kelompok atau lebih yang saling
bergantungan tetapi tidak menyebabkan kebudayaan antara dua kelompok tersebut
hilang.
Bangka
Belitung, provinsi yang ada di Indonesia ini terkenal akan keindahan panorama
pantainya. Puluhan pantai dengan hiasan batu granit super besar menjadi daya
tarik tersendiri bagi pariwisata Bangka Belitung. Terkenal juga setelah pulau
Bangka dijadikan lokasi syuting film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel
karya Andrea Hirata tersebut, pulau ini semakin dikenal banyak orang walau
tidak semuanya, mereka mengenal pulau ini sudah pasti tahu akan keindahan alam
Bangka Belitung. Namun tidak banyak yang tahu mengenai adat istiadat masyarakat
Bangka Belitung. Di dalam perkembangannya adat istiadat Bangka Belitung tak
bisa dilepaskan dari pengaruh dominasi Islam. Perubahan kebudayaan mulai
terjadi di masyarakat Bangka ketika Belanda dan China mulai mengexploitasi
timah di Bangka. Akulturasi dan inkulturasi budaya ini terlihat dalam pakaian
pengantin adat yang diwarnai nuansa budaya China khususnya pada warna dan
mahkota yang dikenakan pengantin perempuan. Tak hanya itu beberapa akulturasi
juga terjadi pada kesenian-keseniannya.
Rasanya
segala yang disuguhkan di Bangka selalu indah dan menarik untuk dinikmati. Tak
terkecuali adat istiadanya yang kaya dan beragam. Beberapa akultulturasi budaya
islam di Bangka Belitung yang perlu diketahui, yang meliputi bidang-bidang
sebagai berikut:
1.
Bidang Pemikiran
·
Kepunan
Kepunan,
Seperti
halnya Pamali, Tabu, Pantangan dan semacamnya di Bangka lebih dikenal kata-kata
dengan sebutan arus, kepunan atau kepon, malet dan lainnya (bahasa bangka). Untuk kepon (kepunan) dan malet merupakan satu rangkaian adat dan
kebiasaan bangka. Agak susah juga untuk didefinisikan lebih jelas. Pada
dasarnya kedua kata itu (kepon dan malet) berhubungan dengan, tidaklah baik
kamu menolak makan/minum ataupun sekedar mencicipi suatu makanan/minuman yang
disuguhkan orang lain. Hal ini telah menjadi suatu kebiasaan yang telah lama
melekat dalam adat istiadat masyarakat Bangka Belitung. Terlebih lagi bila kita akan pergi ke sungai, hutan, laut, atau
kemana saja. Imbas dari sikap kita yang “kalo” tidak mencicipi makanan/minuman
tersebut, kadangkala dan sering terjadi hal-hal yang bisa mendatangkan musibah.
Katakanlah nasib sial akan mengikuti kita. Misalnya mengalami kecelakaan,
bertemu hantu, digigit binatang buas/berbahaya dan lainnya.
Untuk
menangkal dan sebagai tindakan penawar kepon, dikenal istilah malet. Malet
adalah sikap kita dengan mencicipi makanan atau minuman itu dengan menyentuh
menggunakan ujung jari dan dicicipi dilidah. Kadangkala ujung jari yang sudah
disentuh dengan makanan/minuman itu cukup disentuhkan pada tangan kita.
Untuk makanan dan minuman yang
sangat vital akan adat istiadat kepon dan malet ini adalah:
1.
Kopi , terutama kopi hitam (kopi kampung). Kalo
NESCAFE dan lainnya, tetep juga katanya.
2.
Nasi , bisa meliputi nasi bubur, nasi goreng
dan semacamnya.
3.
Makanan yang terbuat dari beras ketan dan
berbagai hasil pertanian yang dihasilkan sendiri.
Terlepas dari adanya korelasi
KEBETULAN dan KETETAPAN ILAHI atas budaya kepon dan malet ini, adat dan
istiadat ini masih berkembang di masyarakat Bangka Belitung hingga saat ini.
Dan gak ada salahnya bila kita ditawari makanan/minuman di Bangka, janganlah
menolak untuk mencicipinya. Paling gak malet saja.[2]
2.
Bidang Ritual Kebudayaan/ Keagamaan
·
Sepintu
Sedulang
Sepindu sedulang dalam bahasa Bangka bermakna adanya
persautan dan kesatuan, atau dalam masyarakat Jawa dinamakan gotong royong.
Adat sepidu sedulang ini merupakan kegiatan yang dilakukan penduduk Bangka pada
waktu diadakan pesta kampung. Mereka yang datang membawa dulang (wadah) yang
berisi makanan untuk dihidangkan kepada tamu yang datang di balai adat.
Kegiatan ini menjadi cerminan bahwa masyarakat Bangka mempunyai rasa toleransi
dan rasa persaudaraan yang kuat. Biasaya kegiatan sepindu sedulang ini
dilakukan ketika ada acara-acara adat, peringatan hari besar keagamaan,
perkawinan, kematian, maupun pada saat panen lada yang merupakan komoditi utama
masyarakat Bangka selain tambang timahnya.
Jiwa gotong royong masyarakat Bangka cukup tinggi.
Warga masyarakat akan mengulurkan tangannya membantu jika ada anggota warganya
memerlukanya. Semua ini berjalan dengan dilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa
ini dapat disaksikan, misalnya pada saat panen lada, acara-acara adat,
peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawianan dan kematian. Acara ini lebih
dikenal dengan sebutan “Nganggung”, yaitu kegiatan setiap rumah mengantarkan
makanan dengan menggunakan dulang, yakni baki bulat besar.
·
Perang Ketupat
Perang
ketupat merupakan salah satu ritual upacara masyarakat Tempilang, salah satu
kecamatan di Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Pesta adat perang ketupat diadakan menjelang awal
Ramadhan. Acara ini ada setahun sekali di Pantai Pasir Kuning. Saat itu, warga
dari kota dan kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beramai-ramai
datang ke pantai ini.
Tiada
catatan sejarah yang pasti mengenai kapan pertama kali ada tradisi perang
ketupat. Ada yang mengatakan perang ketupat dimulai sejak masa penjajahan
Portugis. Ada juga yang berpendapat tradisi ini telah ada saat Gunung Krakatau
di Selat Sunda meletus pada 1883. Pendapat lain mengatakan, kegiatan ini berlangsung sejak
masyarakat belum mengenal agama. Tradisi ini memiliki lima bagian, yaitu penimbongan,
ngancak, perang ketupat, nganyot perae, dan taber kampong. Penimbong adalah memberikan makanan kepada makhluk halus
yang dipercaya bertempat tinggal di darat. Dalam mitosnya, makhluk halus
meliputi makhluk halus baik yang diyakini sebagai penjaga masyarakat kampung
terhadap serangan makhluk jahat dari luar Desa Tempilang. Prosesi acara
penimbong bertambah semarak dengan tari Campak, tari Serimbang, tari Kedidi,
dan tari Seramao. Satu hal yang pasti,
perang ketupat berlangsung lama sekali secara turun-temurun hingga sekarang.[3]
Sebagai
wisata budaya, perang ketupat menarik minat wisatawan lokal, nasional, hingga
mancanegara. Terbukti dari kehadiran turis dari sejumlah daerah yang datang
untuk menyaksikan atraksi ini. Dahulu, hanya penduduk Desa Tempilang yang
sering menyaksikan kegiatan ini.
Namun,
sekarang, rangkaian acara terbuka untuk umum dan berlangsung secara
besar-besaran, termasuk berbagai panggung untuk pentas budaya dan pentas
hiburan artis lokal dan Ibu Kota. Ritual berikutnya, ngangcak, yakni pemberian makanan
kepada makhluk-makhluk halus yang bermukim di laut, terutama buaya. Setelah
proses ritual penimbong dan ngancak, proses perang ketupat pun berlangsung.
Untuk acara ini, panitia menyediakan ratusan
ketupat sebagai peluru. Selama dua menit, dua regu dari peserta yang dipilih
secara acak berhadapan dan penonton saling melempar ketupat. Setelah itu,
mereka saling memaafkan sebagai simbol mempererat silaturahim, saling
memaafkan, dan meningkatkan rasa persaudaraan. Sungguh,
acara ini sekaligus menampilkan bahwa masyarakat Tempilang mengembangkan rasa
persaudaraan sejak ratusan tahun silam. Itu sebabnya kaum muda di daerah Bangka
menggemari kegiatan ini. Banyak pemuda datang dari jauh atau pulang dari
perantauan hanya untuk menghadiri acara ini. Seusai
perang ketupat adalah prosesi ngayok perae yang berarti menghanyutkan perahu.
Sebagai penutup seluruh prosesi, ritual taber kampong, yakni menabur kampung
dengan air tabur dan bunga pinang, dengan harapan seluruh rumah masyarakat Desa
Tempilang terhindar dari bencana dalam setahun ke depan.
·
Nuju
jerami
Tradisi nuju jerami merupakan prosesi adat yang
dilaksanakan bertepatan dengan masa panen padi. Tradisi ini dilakukan sebagai
ungkapan syukur masyarakat Bangka kepada Tuhan atas melimpahnya panen padi dan
juga sebagai permohonan untuk kelimpahan hasil pada masa datang. Namun
sayangnya tradisi adat ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Bangka, hanya
dusun Air Abik, desa Gunung Muda, Belinyu saja yang masih melaksanakan tradisi
ini. Masyarakat di desa tersebut masih melestarikan dan melanjutkan kebiasaan
menanam padi. Hal yang menarik dari tradisi ini nampak pada suasana desa yang
ramai seperti suasana lebaran. Masyarakat saling bersilaturahim dan saling
berkunjung ke handaitaulan maupung tetangga. Disamping itu, setiap rumah di
desa tersebut juga menyediakan jamuan untuk menghargai dan menyambut tamu yang
datang. Sungguh seperti suasana lebaran.
3.
Bidang Pranata Sosial
Pranata sosial adalah suatu sistem tata
kelakuan dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat. Pranata sosial berasal dari bahasa
asing social institutions, itulah sebabnya ada beberapa ahli sosiologi yang
mengartikannya sebagai lembaga kemasyarakatan, di antaranya adalah Soerjono
Soekanto. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai himpunan norma dari berbagai
tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dengan kata lain, pranata sosial merupakan
kumpulan norma (sistem norma) dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan
pokok masyarakat. [4]serta
pranata sosial adalah sistem norma yang bertujuan untuk mengatur tindakan
maupun kegiatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok dan bermasyarakat
bagi manusia. Beberapa pranata sosial didalam kehidupan masyarakat yang ada di
Bangka Belitung yaitu:
1.
Gotong royong,
yang dilakukan ketika menjelang hari-hari besar islam seperti Isra’ Mikhraj,
Maulid Nabi dan hari Raya Islam. Gotong royong yaitu membersihkan masjid-masjid
dan jalan raya untuk menyambut hari-hari besar tersebut supaya berjalan dengan
lancar.
2.
Sumbangan untuk
tampungan akhirat yang dilakukan secara suka rela yang diadakan oleh
Masjid-masjid berdasarkan RT atau RW tertentu, sumbangan ini di lakukan satu bulan
sekali untuk tabungan Masyarakat kedepannya, sebagai perlengkapan ketika
dipanggil yang Maha Kuasa. Jadi para keluarga yang anggota keluarganya di
tinggal mereka tidak repot-repot untuk mempersiapkan perlengkapan itu, serta
sumbangan-sumbangan itulah untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
4.
Bidang Kesenian
·
Alat
Musik Tradisional
Ada
beberapa alat musik tradisional yang berasal dari Bangka Belitung yang hingga
saat ini masih digunakan dan dilestariakan yang digunakan ketika acara-acara
besar ritual keagaman pernikahan, acara aqikah dan lain-lain yaitu:
a)
Dambus
Musik
bangka tradisional sangat kental sekali dengan budaya melayu nya. Salah satu
alat musik kebanggaan daerah bangka adalah Dambus. Dambus adalah semacam alat seperti
gitar tapi memiliki karakteristik dan bunyi yang berbeda dengan gitar masa
kini. Dambus biasanya dipakai untuk mengiringi acara2 adat, tari-tarian, atau
acara lainnya. Dambus sebenarnya juga merupakan alat musik daerah2 melayu dan
timur tengah menurut sejarah, namun dalam perkembangan nya ada yang membedakan
dambus bangka dengan yang lainnya.
Namun
seiring dengan perkembangan zaman jumlah senar pada Dambus ada yang empat dan
ada yang enam. Alat musik Dambus biasanya dipakai dalam setiap alat musik tradisional
Melayu yang bernuansa penyambutan,penghomatan, peringatan, perayaan, syukuran, maupun
acara keagamaan. Alat musik Dambus juga biasanya dipakai untuk mengiringi
tarian-tarian dan nyanyian-nyanyian khas Bangka Belitung, seperti tarian dan
nyanyian Serumpun Sebalai.
b)
Rebana
Rebana
juga termasuk salah satu alat musik tradisional Bangka Belitung. Alat musik
yang satu ini sering dimainkan bersama-sama dengan dambus juga. Alat berbentuk
seperti gendang ini dimainkan guna mengiringi musik dambus dan tarian atau
dincak Bangka. Alat musik yang masuk dalam kategori alat musik pukul ini sering
dimainkan pada acara festival seni daerah, qasidah pengajian-pengajian, ataupun
untuk menyambut tamu istimewa dengan iring-iringan tertentu. Jika rebana ini
ditepuk secara beramai-ramai dengan tempo yang cepat di Bangka dikenal dengan
istilah rampak atau ngerampak.
Meskipun
rebana ini juga dimainkan di daerah lain, namun alat musik rebana ini jika di
Bangka Belitung seperti sudah menjadi kewajiban. Setiap-setiap acara yang
diselenggarakan seperti festifal seni daerah, takbir keliling juga sering
menggunakan rebana ini untuk mengisi lantunan musik dan vokal. Rebana sendiri
adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkainya terbuat dari kayu yang
dibubut, salah satu bagiannya dilapisi dengan kulit kambing guna untuk ditepuk
sehingga menimbulkan suara yang beragam.
c)
Gendang
Melayu
Gendang
Melayu merupakan alat bunyian yang dibuat dari kulit binatang seperti kerbau,
kambing atau lembu. Gendang Melayu merupakan salah sebuah alat musik dalam
keluarga genderang, yang bersumber bunyi melalui membraofon. cara memainkanya
ditepuk dengan kedua telapak tangan.[5]
·
Senjata
Tradisional
a)
Parang
Bangka
Parang
Bangka, bentuknya seperti layar kapal. Alat ini digunakan terutama untuk perkelahian
jarak pendek. Senjata ini mirip dengan golok di Jawa, namun parang ini dibuat
lebar dan beratnya guna meningkatkan bobot supaya sasaran dapat terpotong
dengan cepat. Parang yang berdiameter sekitar 40 cm juga dapat digunakan untuk
menebang pohon karena bobot ujungnya yang lebih besar dan lebih berat.
b)
Kedik
Kedik
adalah alat tradisional yang digunakan sebagai alat pertanian. Alat ini
digunakan diperkebunan terutama di kebun lada. Dalam menggunakannya si pemakai
harus berjongkok dan bisa bergerak mundur serta menyamping. Alat ini digunakan
dengan cara diletakkan pada tanah dan ditarik ke belakang. Alat ini efektif
untuk membersihkan rumput penggangu tanaman lada atau untuk membersihkan taman
serta halaman rumah. Kedik biasanya digunakan oleh kaum wanita karena alatnya
kecil dan relatif ringan. Kedik hanya dapat digunakan untuk rumput jenis yang
kecil atau rumput yang tumbuh dengan akar yang dangkal.
c)
Siwar
Panjang
Sejata
semacam pedang yang bentuknya runcing mirip dengan mata tombak. Gagangnya
melingkar dan lurus tanpa lekukan seperti gagang keris. Siwar atau sering juga
disebut tumbak lado adalah suatu artefak yang berupa senjata tusuk genggam yang
bentuknya menyerupai golok panjang dengan tajaman di salah satu sisi bilahnya.
Senjata ini mempunyai kedudukan yang penting bagi seseorang, sehingga fungsinya
tidak hanya sebagai alat untuk mempertahankan diri, melainkan juga sebagai
benda keramat.
Selain
contoh di atas masih banyak lagi adat istiadat serta kesenian-kesenian Bangka
yang layak untuk dilestarikan dan difasilitasi agar kekayaan budaya bangsa ini
tidak hilang. Hal ini akan menambah keindahan Bangka yang terkenal dengan
pesona wisata baharinya. Semoga adat istiadat Bangka akan selalu lestari dan
indah selayaknya keindahan pantainya.