Rabu, 21 Januari 2015

Akulturasi Islam dengan Budaya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung


A.   Pembahasan
Pengertian Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kita dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.[1] Jadi akulturasi ialah perpaduan antara dua kelompok atau lebih yang saling bergantungan tetapi tidak menyebabkan kebudayaan antara dua kelompok tersebut hilang.
Akulturasi Islam dengan Budaya di Bangka Belitung
Bangka Belitung, provinsi yang ada di Indonesia ini terkenal akan keindahan panorama pantainya. Puluhan pantai dengan hiasan batu granit super besar menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata Bangka Belitung. Terkenal juga setelah pulau Bangka dijadikan lokasi syuting film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata tersebut, pulau ini semakin dikenal banyak orang walau tidak semuanya, mereka mengenal pulau ini sudah pasti tahu akan keindahan alam Bangka Belitung. Namun tidak banyak yang tahu mengenai adat istiadat masyarakat Bangka Belitung. Di dalam perkembangannya adat istiadat Bangka Belitung tak bisa dilepaskan dari pengaruh dominasi Islam. Perubahan kebudayaan mulai terjadi di masyarakat Bangka ketika Belanda dan China mulai mengexploitasi timah di Bangka. Akulturasi dan inkulturasi budaya ini terlihat dalam pakaian pengantin adat yang diwarnai nuansa budaya China khususnya pada warna dan mahkota yang dikenakan pengantin perempuan. Tak hanya itu beberapa akulturasi juga terjadi pada kesenian-keseniannya.
Rasanya segala yang disuguhkan di Bangka selalu indah dan menarik untuk dinikmati. Tak terkecuali adat istiadanya yang kaya dan beragam. Beberapa akultulturasi budaya islam di Bangka Belitung yang perlu diketahui, yang meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
1.      Bidang Pemikiran
·         Kepunan
Kepunan, Seperti halnya Pamali, Tabu, Pantangan dan semacamnya di Bangka lebih dikenal kata-kata dengan sebutan arus, kepunan atau kepon, malet dan lainnya (bahasa bangka). Untuk kepon (kepunan) dan malet merupakan satu rangkaian adat dan kebiasaan bangka. Agak susah juga untuk didefinisikan lebih jelas. Pada dasarnya kedua kata itu (kepon dan malet) berhubungan dengan, tidaklah baik kamu menolak makan/minum ataupun sekedar mencicipi suatu makanan/minuman yang disuguhkan orang lain. Hal ini telah menjadi suatu kebiasaan yang telah lama melekat dalam adat istiadat masyarakat Bangka Belitung. Terlebih lagi bila kita akan pergi ke sungai, hutan, laut, atau kemana saja. Imbas dari sikap kita yang “kalo” tidak mencicipi makanan/minuman tersebut, kadangkala dan sering terjadi hal-hal yang bisa mendatangkan musibah. Katakanlah nasib sial akan mengikuti kita. Misalnya mengalami kecelakaan, bertemu hantu, digigit binatang buas/berbahaya dan lainnya.
Untuk menangkal dan sebagai tindakan penawar kepon, dikenal istilah malet. Malet adalah sikap kita dengan mencicipi makanan atau minuman itu dengan menyentuh menggunakan ujung jari dan dicicipi dilidah. Kadangkala ujung jari yang sudah disentuh dengan makanan/minuman itu cukup disentuhkan pada tangan kita.
Untuk makanan dan minuman yang sangat vital akan adat istiadat kepon dan malet ini adalah:
1.       Kopi , terutama kopi hitam (kopi kampung). Kalo NESCAFE dan lainnya, tetep juga  katanya.
2.       Nasi , bisa meliputi nasi bubur, nasi goreng dan semacamnya.
3.       Makanan yang terbuat dari beras ketan dan berbagai hasil pertanian yang dihasilkan sendiri.
Terlepas dari adanya korelasi KEBETULAN dan KETETAPAN ILAHI atas budaya kepon dan malet ini, adat dan istiadat ini masih berkembang di masyarakat Bangka Belitung hingga saat ini. Dan gak ada salahnya bila kita ditawari makanan/minuman di Bangka, janganlah menolak untuk mencicipinya. Paling gak malet saja.[2]

2.      Bidang Ritual Kebudayaan/ Keagamaan
·         Sepintu Sedulang
Sepindu sedulang dalam bahasa Bangka bermakna adanya persautan dan kesatuan, atau dalam masyarakat Jawa dinamakan gotong royong. Adat sepidu sedulang ini merupakan kegiatan yang dilakukan penduduk Bangka pada waktu diadakan pesta kampung. Mereka yang datang membawa dulang (wadah) yang berisi makanan untuk dihidangkan kepada tamu yang datang di balai adat. Kegiatan ini menjadi cerminan bahwa masyarakat Bangka mempunyai rasa toleransi dan rasa persaudaraan yang kuat. Biasaya kegiatan sepindu sedulang ini dilakukan ketika ada acara-acara adat, peringatan hari besar keagamaan, perkawinan, kematian, maupun pada saat panen lada yang merupakan komoditi utama masyarakat Bangka selain tambang timahnya.
Jiwa gotong royong masyarakat Bangka cukup tinggi. Warga masyarakat akan mengulurkan tangannya membantu jika ada anggota warganya memerlukanya. Semua ini berjalan dengan dilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa ini dapat disaksikan, misalnya pada saat panen lada, acara-acara adat, peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawianan dan kematian. Acara ini lebih dikenal dengan sebutan “Nganggung”, yaitu kegiatan setiap rumah mengantarkan makanan dengan menggunakan dulang, yakni baki bulat besar.

·         Perang Ketupat
Perang ketupat merupakan salah satu ritual upacara masyarakat Tempilang, salah satu kecamatan di Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Pesta adat perang ketupat diadakan menjelang awal Ramadhan. Acara ini ada setahun sekali di Pantai Pasir Kuning. Saat itu, warga dari kota dan kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beramai-ramai datang ke pantai ini.

Tiada catatan sejarah yang pasti mengenai kapan pertama kali ada tradisi perang ketupat. Ada yang mengatakan perang ketupat dimulai sejak masa penjajahan Portugis. Ada juga yang berpendapat tradisi ini telah ada saat Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus pada 1883. Pendapat lain mengatakan, kegiatan ini berlangsung sejak masyarakat belum mengenal agama. Tradisi ini memiliki lima bagian, yaitu penimbongan, ngancak, perang ketupat, nganyot perae, dan taber kampong. Penimbong adalah memberikan makanan kepada makhluk halus yang dipercaya bertempat tinggal di darat. Dalam mitosnya, makhluk halus meliputi makhluk halus baik yang diyakini sebagai penjaga masyarakat kampung terhadap serangan makhluk jahat dari luar Desa Tempilang. Prosesi acara penimbong bertambah semarak dengan tari Campak, tari Serimbang, tari Kedidi, dan tari Seramao. Satu hal yang pasti, perang ketupat berlangsung lama sekali secara turun-temurun hingga sekarang.[3]

Sebagai wisata budaya, perang ketupat menarik minat wisatawan lokal, nasional, hingga mancanegara. Terbukti dari kehadiran turis dari sejumlah daerah yang datang untuk menyaksikan atraksi ini. Dahulu, hanya penduduk Desa Tempilang yang sering menyaksikan kegiatan ini.
Namun, sekarang, rangkaian acara terbuka untuk umum dan berlangsung secara besar-besaran, termasuk berbagai panggung untuk pentas budaya dan pentas hiburan artis lokal dan Ibu Kota. Ritual berikutnya, ngangcak, yakni pemberian makanan kepada makhluk-makhluk halus yang bermukim di laut, terutama buaya. Setelah proses ritual penimbong dan ngancak, proses perang ketupat pun berlangsung. Untuk acara ini, panitia menyediakan ratusan ketupat sebagai peluru. Selama dua menit, dua regu dari peserta yang dipilih secara acak berhadapan dan penonton saling melempar ketupat. Setelah itu, mereka saling memaafkan sebagai simbol mempererat silaturahim, saling memaafkan, dan meningkatkan rasa persaudaraan. Sungguh, acara ini sekaligus menampilkan bahwa masyarakat Tempilang mengembangkan rasa persaudaraan sejak ratusan tahun silam. Itu sebabnya kaum muda di daerah Bangka menggemari kegiatan ini. Banyak pemuda datang dari jauh atau pulang dari perantauan hanya untuk menghadiri acara ini. Seusai perang ketupat adalah prosesi ngayok perae yang berarti menghanyutkan perahu. Sebagai penutup seluruh prosesi, ritual taber kampong, yakni menabur kampung dengan air tabur dan bunga pinang, dengan harapan seluruh rumah masyarakat Desa Tempilang terhindar dari bencana dalam setahun ke depan.

·         Nuju jerami
Tradisi nuju jerami merupakan prosesi adat yang dilaksanakan bertepatan dengan masa panen padi. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan syukur masyarakat Bangka kepada Tuhan atas melimpahnya panen padi dan juga sebagai permohonan untuk kelimpahan hasil pada masa datang. Namun sayangnya tradisi adat ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Bangka, hanya dusun Air Abik, desa Gunung Muda, Belinyu saja yang masih melaksanakan tradisi ini. Masyarakat di desa tersebut masih melestarikan dan melanjutkan kebiasaan menanam padi. Hal yang menarik dari tradisi ini nampak pada suasana desa yang ramai seperti suasana lebaran. Masyarakat saling bersilaturahim dan saling berkunjung ke handaitaulan maupung tetangga. Disamping itu, setiap rumah di desa tersebut juga menyediakan jamuan untuk menghargai dan menyambut tamu yang datang. Sungguh seperti suasana lebaran.
3.      Bidang Pranata Sosial
Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat. Pranata sosial berasal dari bahasa asing social institutions, itulah sebabnya ada beberapa ahli sosiologi yang mengartikannya sebagai lembaga kemasyarakatan, di antaranya adalah Soerjono Soekanto. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai himpunan norma dari berbagai tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan kata lain, pranata sosial merupakan kumpulan norma (sistem norma) dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. [4]serta pranata sosial adalah sistem norma yang bertujuan untuk mengatur tindakan maupun kegiatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok dan bermasyarakat bagi manusia. Beberapa pranata sosial didalam kehidupan masyarakat yang ada di Bangka Belitung yaitu:

1.      Gotong royong, yang dilakukan ketika menjelang hari-hari besar islam seperti Isra’ Mikhraj, Maulid Nabi dan hari Raya Islam. Gotong royong yaitu membersihkan masjid-masjid dan jalan raya untuk menyambut hari-hari besar tersebut supaya berjalan dengan lancar.
2.      Sumbangan untuk tampungan akhirat yang dilakukan secara suka rela yang diadakan oleh Masjid-masjid berdasarkan RT atau RW tertentu, sumbangan ini di lakukan satu bulan sekali untuk tabungan Masyarakat kedepannya, sebagai perlengkapan ketika dipanggil yang Maha Kuasa. Jadi para keluarga yang anggota keluarganya di tinggal mereka tidak repot-repot untuk mempersiapkan perlengkapan itu, serta sumbangan-sumbangan itulah untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.






4.      Bidang Kesenian

·         Alat Musik Tradisional
Ada beberapa alat musik tradisional yang berasal dari Bangka Belitung yang hingga saat ini masih digunakan dan dilestariakan yang digunakan ketika acara-acara besar ritual keagaman pernikahan, acara aqikah dan lain-lain yaitu:
a)      Dambus
Musik bangka tradisional sangat kental sekali dengan budaya melayu nya. Salah satu alat musik kebanggaan daerah bangka adalah Dambus. Dambus adalah semacam alat seperti gitar tapi memiliki karakteristik dan bunyi yang berbeda dengan gitar masa kini. Dambus biasanya dipakai untuk mengiringi acara2 adat, tari-tarian, atau acara lainnya. Dambus sebenarnya juga merupakan alat musik daerah2 melayu dan timur tengah menurut sejarah, namun dalam perkembangan nya ada yang membedakan dambus bangka dengan yang lainnya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman jumlah senar pada Dambus ada yang empat dan ada yang enam. Alat musik Dambus biasanya dipakai dalam setiap alat musik tradisional Melayu yang bernuansa penyambutan,penghomatan, peringatan, perayaan, syukuran, maupun acara keagamaan. Alat musik Dambus juga biasanya dipakai untuk mengiringi tarian-tarian dan nyanyian-nyanyian khas Bangka Belitung, seperti tarian dan nyanyian Serumpun Sebalai.
b)      Rebana
Rebana juga termasuk salah satu alat musik tradisional Bangka Belitung. Alat musik yang satu ini sering dimainkan bersama-sama dengan dambus juga. Alat berbentuk seperti gendang ini dimainkan guna mengiringi musik dambus dan tarian atau dincak Bangka. Alat musik yang masuk dalam kategori alat musik pukul ini sering dimainkan pada acara festival seni daerah, qasidah pengajian-pengajian, ataupun untuk menyambut tamu istimewa dengan iring-iringan tertentu. Jika rebana ini ditepuk secara beramai-ramai dengan tempo yang cepat di Bangka dikenal dengan istilah rampak atau ngerampak.
Meskipun rebana ini juga dimainkan di daerah lain, namun alat musik rebana ini jika di Bangka Belitung seperti sudah menjadi kewajiban. Setiap-setiap acara yang diselenggarakan seperti festifal seni daerah, takbir keliling juga sering menggunakan rebana ini untuk mengisi lantunan musik dan vokal. Rebana sendiri adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkainya terbuat dari kayu yang dibubut, salah satu bagiannya dilapisi dengan kulit kambing guna untuk ditepuk sehingga menimbulkan suara yang beragam.



c)      Gendang Melayu
Gendang Melayu merupakan alat bunyian yang dibuat dari kulit binatang seperti kerbau, kambing atau lembu. Gendang Melayu merupakan salah sebuah alat musik dalam keluarga genderang, yang bersumber bunyi melalui membraofon. cara memainkanya ditepuk dengan kedua telapak tangan.[5]

·         Senjata Tradisional

a)      Parang Bangka
Parang Bangka, bentuknya seperti layar kapal. Alat ini digunakan terutama untuk perkelahian jarak pendek. Senjata ini mirip dengan golok di Jawa, namun parang ini dibuat lebar dan beratnya guna meningkatkan bobot supaya sasaran dapat terpotong dengan cepat. Parang yang berdiameter sekitar 40 cm juga dapat digunakan untuk menebang pohon karena bobot ujungnya yang lebih besar dan lebih berat.
b)      Kedik
Kedik adalah alat tradisional yang digunakan sebagai alat pertanian. Alat ini digunakan diperkebunan terutama di kebun lada. Dalam menggunakannya si pemakai harus berjongkok dan bisa bergerak mundur serta menyamping. Alat ini digunakan dengan cara diletakkan pada tanah dan ditarik ke belakang. Alat ini efektif untuk membersihkan rumput penggangu tanaman lada atau untuk membersihkan taman serta halaman rumah. Kedik biasanya digunakan oleh kaum wanita karena alatnya kecil dan relatif ringan. Kedik hanya dapat digunakan untuk rumput jenis yang kecil atau rumput yang tumbuh dengan akar yang dangkal.
c)      Siwar Panjang
Sejata semacam pedang yang bentuknya runcing mirip dengan mata tombak. Gagangnya melingkar dan lurus tanpa lekukan seperti gagang keris. Siwar atau sering juga disebut tumbak lado adalah suatu artefak yang berupa senjata tusuk genggam yang bentuknya menyerupai golok panjang dengan tajaman di salah satu sisi bilahnya. Senjata ini mempunyai kedudukan yang penting bagi seseorang, sehingga fungsinya tidak hanya sebagai alat untuk mempertahankan diri, melainkan juga sebagai benda keramat.
Selain contoh di atas masih banyak lagi adat istiadat serta kesenian-kesenian Bangka yang layak untuk dilestarikan dan difasilitasi agar kekayaan budaya bangsa ini tidak hilang. Hal ini akan menambah keindahan Bangka yang terkenal dengan pesona wisata baharinya. Semoga adat istiadat Bangka akan selalu lestari dan indah selayaknya keindahan pantainya.

0 komentar:

© Riza Ashman 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis