Sabtu, 13 Desember 2014

Penyesalan lah yang terjadi, ketika anda campakkan orang yang anda sayang




My Dad


Dunia, ya ini lah dunia penuh dengan keegoisan dalam kamus dunia tak kan pernah dunia mengejar manusia tapi akan sebaliknya manusia lah mengejar dunia ini lah dunia dengan kekuasaan egoisnya yang telah merenggut kebahagiaan orang banyak tapi ini  lah dia tercipta penuh kesunyian dibalik wajah butanya.
            Tabung beduk berbunyi, yang menggempar kan seluruh alam gelap yang bisu serta mengalirnya lirih merdunya adzan subuh,  ku lihat berbondong-bondong orang menuju masjid di depan rumah ku begitu pun aku dengan mata setengah  ngantuk sambil melihat hamparan awan yang begitu hitam dibalik matanya yang bersinar begitu indah. Seteguk air sejuk yang dingin yang menyejukkan hati, menghapus seluruh isi jiwa yang rapuh.
            Pagi tiba, seperti biasanya aku pergi berangkat ke sekolah dengan ditemani seorang ayah yang begitu baik bagi ku. ‘’Yah, antar aku pergi sekolah” kata ku sambil mengambil tas usang ku. ‘’Masih ada yang ketinggalan?’’ kata ayah ku sambil menggosok mata yang lesung itu. ‘’Tidak ada” kata ku. Ya setiap hari ayah ku bekerja sebangai penjual buah ataupun sayuran , pagi sekali dia telah bangun untuk mempersiap kan dagangannya yang di bantu oleh ibu ku. Ku lihat begitu letihnya seorang orangtua terutama seorang ayah yang setiap pagi membanting tulang hanya untuk menghidupi keluarga. Sampai di sekolah ayah ku berpesan. “ Nak belajar lah yang rajin sampai kamu menjadi orang yang sukses, tapi jangan pernah mengetahui dunia luar karna dunia luar itu sangat lah kejam jika kamu tidak ingin gagal seperti ayah. Aku terdiam sejenak untuk mencerna kalimat dunia ayah ku sambil menatap awan hitam yang sembentar lagi sepertinya akan turun hujan. “ Iya, kataku sambil mencium tangan ayah ku dan sambil mengucapkan salam.”
              Hari ini adalah hari terakhir belajar karna senin kami akan bertempur tiga hari mendatang untuk mengapai cita-cita kami, suasana sekolah pun lebih sunyi dari pada biasanya, aku berjalan ke bawah pohon bringin didepan kantor guru untuk istirahat, pohon itu lagi-lagi menyambut ku dan semua siswa-siswi yang berlalu lalang melewatinya, ia tetap sejuk menyapa kami ketika kami ingin istirahat dibawahnya dengan lambaian akar-akar yang menjulang ke bawah yang ditata rapi oleh petugas kebersihan sekolah, daun-daunan hijau pun menghiasi kebahagiaan pohon tua itu.
”Hai, Harist.” Sapa sahabatku farhan.
 “Baca novel terus, senin kita sudah menghadapi UN, apa kamu gak bosen baca terus?
“Emmm, gak sih aku cuma untuk menghilangkan stres. Kataku sambil tersenyum.
Farhan adalah anak dari tante regina teman akrab ibuku, dia adalah anak yang baik dan sopan. Awal persahabatan kami ketika ibuku berkunjung kerumah farhan, saat itu di rumah farhan ada acara hajatan dan kami sekeluarga diundang, dari hari itulah kami sering bermain bersama.
“ Perhatian kepada, seluruh siswa-siswi kelas sembilan harap berkumpul didepan lapangan upacara.” Suara yang cukup keras untuk memanggil siswa-siswi yang berada dikantin belakang.
            Di depan terlihat pak Japri sedang berpidato untuk menyampaikan arahan tentang UN senin nanti, selaku beliau adalah kepala sekolah kami yang baru menjabat.
            Bel dibunyikan, kami segera bergegas pulang untuk mempersiapkan apa-apa yang harus dibawa senin nanti, seperti biasanya aku pulang menggunakan angkot dengan sahabat ku farhan, ku stop angkot dengan tangan melambai keatas.
 “Harist besok kita belajar sama-sama yuk? Tegurnya sambil melihat kiri dan kanan jalan raya.
            “Oke, di rumah aku ya?                         
            “Iya, katanya sambil menyandarkan bahu dikursi.
Tiba-tiba dadaku terasa sesak, seperti tertusuk duri yang luar biasa sehingga aku memejamkan mataku sambil merebahkan badanku kesamping kursi.
            “Harist, kamu kenapa?
            “Gak apa-apa, Cuma dadaku sedikit sakit”.
“Kiri bang.”
“Farhan, aku pulang duluannya.”
“Iya, hati-hati sampai jumpa besok.”
Sampai di persimpangan depan rumah, ku lihat rumah tanpak sepi. Aku berkata dalam hati sambil melamun sejenak, jangan-jangan ada apa-apa dirumah lagi. Pikir ku pasti orang rumah pada tidur siang, seperti biasanya.
            “Assalamu’alaikum.”
            “Ibuu,  aku pulang..” tumben gak ada yang jawab salam, kataku sambil kebigungan.
”Pasti ibu pada tidur siang,
Pukul 13:30 WIB
            Setelah beberapa kali tidak ada jawaban akhirnya aku langsung masuk rumah dengan sendirinya.
            “Ibuu, Ayaah, kaak, aku pulang....”
Ku telusuri dari lorong rumah ke lorong. “Kemana orang dirumah?.” Tanyaku dalam hati sambil gelisah tak karuan.
            Setelah ganti pakaian aku duduk didepan teras sambil membuka-buka buku pelajaran yang senin akan diujikan, panas terik siang yang seakan membelai wajah bumi. Setelah beberapa menit kemudian teman kakakku mampir kerumah dengan jalan yang buru-buru serta wajah yang kusut dibelai panas terik siang.
            “Ada apa kak? Kakak gak ada dirumah kakak dikontrakkan.”
            “Harits, cepat ikut kakak kerumah sakit.” Dengan wajah yang begitu serius dan memerah.
            “perasaanku gak enak, siapa yang sakit?.” Tanyaku dalam hati.
Tanpa basa-basi aku bergegas pergi kerumah sakit,
“Kak, siapa yang sakit? Tanyaku, sambil hati tak karuan.
            “Ayahmu kecelakaan, sekarang sedang ditangani oleh para dokter, bantu do’a karna kata dokter ayahmu sedang kritis.”
Aku terdiam seketika, seluruh tubuhku gemeteran dan dingin yang menembus tulang dengan deraian air mata yang tak karuan, ku rasa ini adalah mimpi yang sebentar lagi aku akan bangun, tapi tidak setelah aku melihat seseorang yang terbaring dikasur dengan ditutupi kain berwarna putih yang dikelilingi sanak saudara termasuk ibu dan kakakku. Waktu itu aku telah terlambat ayahku telah pergi untuk selama-lamanya, kuharap itu mimpi belaka tapi itu adalah kenyataan yang harus aku terima yang membuat jadi mimpi paling buruk bagiku yang mengubah seluruh hidupku untuk selama-lamanya.
 Sabtu 23/04/11
Besok adalah penguburan ayahku, bagiku besok juga hatiku akan terkubur bersama ayahku untuk selama-lamanya, aku tidak merasakan kedamaian. Yang ku ingin saat ini adalah kembali kepelukan ayahku yang dulu sering canda dan tawa kini telah terhapus dengan drastis.
Lubang hitam telah menanti tempat peristirahatan yang terakhir, deraian air mata mulai mengalir setelah ayahku dimasukkan ke tempat peristirahatan, aku tak pernah percaya ayahku telah tiada dan aku tidak akan dapat melihatnya lagi, tak dapat mendengar suaranya lagi, tak dapat merasakan belaian kasih sayang seorang ayah. Aku ingin pergi mendampingi ayahku dan ikut kemana pun ayahku pergi.
Hal ini tak dapatku sadari seolah-olah jiwaku telah lenyap seketika, dan hal itu membuat hidupku lebih pedih dengan taburan duri dihati, sungguh memedihkan bagiku karna aku tidak tahu sekarang ayahku ada dimana yang jelas ayahku telah pergi jauh dari hidupku, tak ada kata-kata yang dapat mengungkapkannya dan hal itu takkan pernah dapat diungkapkan.
“Hai harist, tetap tabahnya menerima semua ini. Ini adalah cobaan bagimu yang dibalik itu pasti lebih baik, kini Allah sedang menguji keimananmu dengan memanggil ayahmu untuk pulang, kita semua pasti akan pulang kepada sang pencipta termasuk aku.” Sapa sahabatku farhan
Tanpa ada satu patah kata aku memalingkan wajahku dengan mengalir lagi air mata. Ku hargai perkataan sahabatku tapi bagiku kata-kata itu pun tak kan pernah mengembalikan ayahku apalagi air mataku, aku hanya terbayang perkataan terakhir ayahku tentang kejamnya dunia. Hidupku telah berubah setelah gelombang besar menerpa kehidupanku dengan merubah segalanya.
            Satu hari setelah pemakaman ayahku. Bagiku mimpi buruk itu datang bertubi-tubi, hari ini kami semua SMP/MTS akan melaksanakan Ujian Nasional dengan serempak. Pikiranku sangat kacau aku tak yakin dapat mengerjakan UN tersebut tapi sebelum mimpi buruk itu datang aku telah mempersiapkan hal itu sedemikian matang, aku hanya dapat bertawakal kepada sang pencipta. Tiga hari berlalu menghadapi UN, saatnya kami menerima hasilnya aku yang ditemani kakakku berangkat kesekolah untuk mengambil hasilnya tanpa ditemani seorang ayah dan ibu. Ya, setelah beberapa minggu kepergian ayahku, ibuku terbaring sakit dirumah dengan keadaan yang tak menentu.
            Tubuhku bergetar, kini yang ku pegang adalah sebuah amplop hidupku, kubuka dengan perlahan, yang bertuliskan lima huruf kapital LULUS.
            Bagiku kata LULUS itu sia-sia, hadiah yang telah aku persiapkan kini berubah alur cerita tak melengkapi hidupku. Kini aku hanya mempersembahkan hadiah tersebut kepada seorang ibu tanpa pelengkap seorang ayah.
            Aku hanya dapat berdo’a ”Yaa Allah, maafkan aku sehingga aku belum sempat berbakti kepada ayahku selama ayahku masih hidup dan belum sempat membahagiakan ayahku, ku harap ayahku disana tenang dan ampunilah dosa-dosa ayahku baik disengaja ataupun tidak sengaja selama ia didunia. Kini aku harus dapat membahagiakan ibuku karna hanya dia lah orang tuaku satu-satunya.
            Jadi, jika sekarang kalian belum sempat bahagiakan orang tua kalian, bahagiakan lah sebelum orang tua kalian pergi untuk selama-lamanya dan jangan pernah sia-siakan orang tua kalian karna akan menyakitkan jika salah satu orang tua kalian tidak ada lagi. Ratapan lah yang akan menjadi saksinya jika kalian sia-siakan orang tua kalian.
R’yz/23/04/11.

0 komentar:

© Riza Ashman 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis