My Dad
Dunia, ya ini lah dunia penuh dengan
keegoisan dalam kamus dunia tak kan pernah dunia mengejar manusia tapi akan
sebaliknya manusia lah mengejar dunia ini lah dunia dengan kekuasaan egoisnya
yang telah merenggut kebahagiaan orang banyak tapi ini lah dia tercipta penuh kesunyian dibalik
wajah butanya.
Tabung
beduk berbunyi, yang menggempar kan seluruh alam gelap yang bisu serta
mengalirnya lirih merdunya adzan subuh,
ku lihat berbondong-bondong orang menuju masjid di depan rumah ku begitu
pun aku dengan mata setengah ngantuk
sambil melihat hamparan awan yang begitu hitam dibalik matanya yang bersinar
begitu indah. Seteguk air sejuk yang dingin yang menyejukkan hati, menghapus
seluruh isi jiwa yang rapuh.
Pagi
tiba, seperti biasanya aku pergi berangkat ke sekolah dengan ditemani seorang
ayah yang begitu baik bagi ku. ‘’Yah, antar aku pergi sekolah” kata ku sambil
mengambil tas usang ku. ‘’Masih ada yang ketinggalan?’’ kata ayah ku sambil
menggosok mata yang lesung itu. ‘’Tidak ada” kata ku. Ya setiap hari ayah ku
bekerja sebangai penjual buah ataupun sayuran , pagi sekali dia telah bangun
untuk mempersiap kan dagangannya yang di bantu oleh ibu ku. Ku lihat begitu
letihnya seorang orangtua terutama seorang ayah yang setiap pagi membanting tulang
hanya untuk menghidupi keluarga. Sampai di sekolah ayah ku berpesan. “ Nak
belajar lah yang rajin sampai kamu menjadi orang yang sukses, tapi jangan
pernah mengetahui dunia luar karna dunia luar itu sangat lah kejam jika kamu
tidak ingin gagal seperti ayah. Aku terdiam sejenak untuk mencerna kalimat
dunia ayah ku sambil menatap awan hitam yang sembentar lagi sepertinya akan
turun hujan. “ Iya, kataku sambil mencium tangan ayah ku dan sambil mengucapkan
salam.”
Hari ini adalah hari terakhir belajar karna
senin kami akan bertempur tiga hari mendatang untuk mengapai cita-cita kami,
suasana sekolah pun lebih sunyi dari pada biasanya, aku berjalan ke bawah pohon
bringin didepan kantor guru untuk istirahat, pohon itu lagi-lagi menyambut ku
dan semua siswa-siswi yang berlalu lalang melewatinya, ia tetap sejuk menyapa
kami ketika kami ingin istirahat dibawahnya dengan lambaian akar-akar yang
menjulang ke bawah yang ditata rapi oleh petugas kebersihan sekolah,
daun-daunan hijau pun menghiasi kebahagiaan pohon tua itu.
”Hai,
Harist.” Sapa sahabatku farhan.
“Baca novel terus, senin kita sudah menghadapi
UN, apa kamu gak bosen baca terus?
“Emmm,
gak sih aku cuma untuk menghilangkan stres. Kataku sambil tersenyum.
Farhan
adalah anak dari tante regina teman akrab ibuku, dia adalah anak yang baik dan
sopan. Awal persahabatan kami ketika ibuku berkunjung kerumah farhan, saat itu
di rumah farhan ada acara hajatan dan kami sekeluarga diundang, dari hari
itulah kami sering bermain bersama.
“ Perhatian kepada, seluruh siswa-siswi
kelas sembilan harap berkumpul didepan lapangan upacara.” Suara yang cukup
keras untuk memanggil siswa-siswi yang berada dikantin belakang.
Di
depan terlihat pak Japri sedang berpidato untuk menyampaikan arahan tentang UN
senin nanti, selaku beliau adalah kepala sekolah kami yang baru menjabat.
Bel
dibunyikan, kami segera bergegas pulang untuk mempersiapkan apa-apa yang harus
dibawa senin nanti, seperti biasanya aku pulang menggunakan angkot dengan
sahabat ku farhan, ku stop angkot dengan tangan melambai keatas.
“Harist besok kita belajar sama-sama yuk?
Tegurnya sambil melihat kiri dan kanan jalan raya.
“Oke, di rumah aku
ya?
“Iya,
katanya sambil menyandarkan bahu dikursi.
Tiba-tiba dadaku terasa sesak,
seperti tertusuk duri yang luar biasa sehingga aku memejamkan mataku sambil
merebahkan badanku kesamping kursi.
“Harist,
kamu kenapa?
“Gak
apa-apa, Cuma dadaku sedikit sakit”.
“Kiri
bang.”
“Farhan,
aku pulang duluannya.”
“Iya,
hati-hati sampai jumpa besok.”
Sampai di persimpangan depan rumah,
ku lihat rumah tanpak sepi. Aku berkata dalam hati sambil melamun sejenak,
jangan-jangan ada apa-apa dirumah lagi. Pikir ku pasti orang rumah pada tidur
siang, seperti biasanya.
“Assalamu’alaikum.”
“Ibuu, aku pulang..” tumben gak ada yang jawab
salam, kataku sambil kebigungan.
”Pasti
ibu pada tidur siang,
Pukul 13:30 WIB
Setelah
beberapa kali tidak ada jawaban akhirnya aku langsung masuk rumah dengan
sendirinya.
“Ibuu,
Ayaah, kaak, aku pulang....”
Ku telusuri dari lorong rumah ke
lorong. “Kemana orang dirumah?.” Tanyaku dalam hati sambil gelisah tak karuan.
Setelah
ganti pakaian aku duduk didepan teras sambil membuka-buka buku pelajaran yang
senin akan diujikan, panas terik siang yang seakan membelai wajah bumi. Setelah
beberapa menit kemudian teman kakakku mampir kerumah dengan jalan yang
buru-buru serta wajah yang kusut dibelai panas terik siang.
“Ada
apa kak? Kakak gak ada dirumah kakak dikontrakkan.”
“Harits,
cepat ikut kakak kerumah sakit.” Dengan wajah yang begitu serius dan memerah.
“perasaanku
gak enak, siapa yang sakit?.” Tanyaku dalam hati.
Tanpa basa-basi aku bergegas pergi
kerumah sakit,
“Kak,
siapa yang sakit? Tanyaku, sambil hati tak karuan.
“Ayahmu
kecelakaan, sekarang sedang ditangani oleh para dokter, bantu do’a karna kata
dokter ayahmu sedang kritis.”
Aku
terdiam seketika, seluruh tubuhku gemeteran dan dingin yang menembus tulang
dengan deraian air mata yang tak karuan, ku rasa ini adalah mimpi yang sebentar
lagi aku akan bangun, tapi tidak setelah aku melihat seseorang yang terbaring
dikasur dengan ditutupi kain berwarna putih yang dikelilingi sanak saudara
termasuk ibu dan kakakku. Waktu itu aku telah terlambat ayahku telah pergi
untuk selama-lamanya, kuharap itu mimpi belaka tapi itu adalah kenyataan yang
harus aku terima yang membuat jadi mimpi paling buruk bagiku yang mengubah
seluruh hidupku untuk selama-lamanya.
Sabtu 23/04/11
Besok
adalah penguburan ayahku, bagiku besok juga hatiku akan terkubur bersama ayahku
untuk selama-lamanya, aku tidak merasakan kedamaian. Yang ku ingin saat ini
adalah kembali kepelukan ayahku yang dulu sering canda dan tawa kini telah
terhapus dengan drastis.
Lubang
hitam telah menanti tempat peristirahatan yang terakhir, deraian air mata mulai
mengalir setelah ayahku dimasukkan ke tempat peristirahatan, aku tak pernah
percaya ayahku telah tiada dan aku tidak akan dapat melihatnya lagi, tak dapat
mendengar suaranya lagi, tak dapat merasakan belaian kasih sayang seorang ayah.
Aku ingin pergi mendampingi ayahku dan ikut kemana pun ayahku pergi.
Hal
ini tak dapatku sadari seolah-olah jiwaku telah lenyap seketika, dan hal itu
membuat hidupku lebih pedih dengan taburan duri dihati, sungguh memedihkan
bagiku karna aku tidak tahu sekarang ayahku ada dimana yang jelas ayahku telah
pergi jauh dari hidupku, tak ada kata-kata yang dapat mengungkapkannya dan hal
itu takkan pernah dapat diungkapkan.
“Hai
harist, tetap tabahnya menerima semua ini. Ini adalah cobaan bagimu yang
dibalik itu pasti lebih baik, kini Allah sedang menguji keimananmu dengan
memanggil ayahmu untuk pulang, kita semua pasti akan pulang kepada sang
pencipta termasuk aku.” Sapa sahabatku farhan
Tanpa
ada satu patah kata aku memalingkan wajahku dengan mengalir lagi air mata. Ku
hargai perkataan sahabatku tapi bagiku kata-kata itu pun tak kan pernah mengembalikan
ayahku apalagi air mataku, aku hanya terbayang perkataan terakhir ayahku
tentang kejamnya dunia. Hidupku telah berubah setelah gelombang besar menerpa
kehidupanku dengan merubah segalanya.
Satu
hari setelah pemakaman ayahku. Bagiku mimpi buruk itu datang bertubi-tubi, hari
ini kami semua SMP/MTS akan melaksanakan Ujian Nasional dengan serempak.
Pikiranku sangat kacau aku tak yakin dapat mengerjakan UN tersebut tapi sebelum
mimpi buruk itu datang aku telah mempersiapkan hal itu sedemikian matang, aku
hanya dapat bertawakal kepada sang pencipta. Tiga hari berlalu menghadapi UN,
saatnya kami menerima hasilnya aku yang ditemani kakakku berangkat kesekolah
untuk mengambil hasilnya tanpa ditemani seorang ayah dan ibu. Ya, setelah
beberapa minggu kepergian ayahku, ibuku terbaring sakit dirumah dengan keadaan
yang tak menentu.
Tubuhku
bergetar, kini yang ku pegang adalah sebuah amplop hidupku, kubuka dengan
perlahan, yang bertuliskan lima huruf kapital LULUS.
Bagiku
kata LULUS itu sia-sia, hadiah yang telah aku persiapkan kini berubah alur
cerita tak melengkapi hidupku. Kini aku hanya mempersembahkan hadiah tersebut
kepada seorang ibu tanpa pelengkap seorang ayah.
Aku
hanya dapat berdo’a ”Yaa Allah, maafkan aku sehingga aku belum sempat berbakti
kepada ayahku selama ayahku masih hidup dan belum sempat membahagiakan ayahku,
ku harap ayahku disana tenang dan ampunilah dosa-dosa ayahku baik disengaja
ataupun tidak sengaja selama ia didunia. Kini aku harus dapat membahagiakan
ibuku karna hanya dia lah orang tuaku satu-satunya.
Jadi,
jika sekarang kalian belum sempat bahagiakan orang tua kalian, bahagiakan lah
sebelum orang tua kalian pergi untuk selama-lamanya dan jangan pernah
sia-siakan orang tua kalian karna akan menyakitkan jika salah satu orang tua kalian
tidak ada lagi. Ratapan lah yang akan menjadi saksinya jika kalian sia-siakan
orang tua kalian.
R’yz/23/04/11.
0 komentar:
Posting Komentar